Minggu, 11 Maret 2012

contoh tgas IAD

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Kehidupan ini pada dasarnya saling bergantung dan berpengaruh antara yang satu dengan yang lain, seperti manusia yang bergantung dengan alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari begitu juga alam yang bergantung dengan manusia untuk menjaga dan melestarikan kehidupan alam, maupun antara manusia yang satu dengan yang lain yang juga memiliki hubungan timbale balik diantara keduanya dan ini berlaku juga untuk tumbuhan dan hewan, inilah makna dari ekosistem itu sendiri jika dikaitkan dengan ilmu social khususnya ilmu sosiologi. Dari hubungan ini, yang terjalin terus-menerus dan tak akan pernah putus sampai kapanpun, tanpa kita sadari akan membentuk ekosistem-ekosistem yang tidak terbatas pada ekosistem alami yang memang murni tercipta dari alam namun akan membentuk pula ekosistem buatan seperti ekosistem pemukiman kota dan desa yang memiliki ketimpangan dianatara keduanya, memiliki dampak yang berbeda-beda dalam kehidupan seperti kehidupan dengan social dan budaya yang baragam maupun penyakit yang ditimbulkan hingga perbedaan dengan begitu jelas terlihat dan dapat di analis dengan ilmu sosiologi. Dari menganalisis perbedaan-perbedaan ini, akan kita pahami dengan baik bahwa perkotaan tidak selamanya membawa dampak baik dan positif untuk manusia karena perbandingan antara luas lahan pemukiman dengan jumlah penduduk yang tidak sebanding. Sedangkan di pedesaan memiliki dampak baik yang tidak kita sadari karena terlalu berambisi dan berparadigma yang salah seperti fikiran bahwa hidup di kota pasti membawa kesuksesan tanpa dibekali ketrampilan dan ilmu pengetahuan yang bisa bersaing dengan penduduk kota yang sudah memiliki tekhnologi lebih canggih, ilmu yang lebih maju dan kehidupan yang lebih terbuka padahal di desa yang dimana luas lahannya yang kekurangan sumber daya manusia untuk mengelola dan memajukan kehidupan desa.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, maka rumusan masalah yang dibahas adalah :
1.      Hal apa yang menyebabkan terbentuknya sebuah ekosistem?
2.      Bagaimana gambaran kehidupan ekosistem pemukiman kota?
3.      Bagaimana penyakit dapat berkembangbiak di kehidupan kota yang sudah maju?
4.      Mengapa  terjadi perbedaan yang timpang antara ekosistem kehidupan kota dengan ekosistem kehidupan desa?
5.      Seberapa timpang perbedaan diantara keduanya tersebut?
6.      Bagaimana penyelesaian dari ketimpangan yang muncul.
C. Tujuan Penilitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam program ini adalah:
1.      Mengetahui penyebab terbentuknya sebuah ekosistem.
2.      Mengetahui gambaran kehidupan ekosistem pemukiman kota.
3.      Mengetahui penyakit dapat berkembangbiak di kehidupan kota yang sudah maju.
4.      Mengetahui perbedaan yang timpang antara ekosistem kehidupan kota dengan ekosistem kehidupan desa.
5.      Mengetahui seberapa timpang perbedaan diantara keduanya.
6.      Mengetahui solusi penyelesaian dari ketimpangan yang muncul.

D. Manfaat Penelitian
1.      Melalui program ini pembaca dapat memahami ekosistem dari sudut pandang ilmu social khususnya sosiologi.
2.      Meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia baik di ekosistem pemukiman desa maupun kota dengan menambah wawasan mereka
BAB II
LANDASAN TEORI
E. GAMBARAN EKOSISTEM SECARA UMUM
Ekosistem adalah suatu system ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik yang tidak bisa dipisahkan antara lingkungan dengan makhluk hidup (organisme) dengan kata lain ekosistem adalah suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi antara satu dengan yang lainnya
Dalam ekosistem, organisme dalam komunitas berkembang bersama-sama dengan lingkungan fisik sebagai suatu system dimana organisme akan beradaptasi dengan lingkungan fisik juga memengaruhi lingkungan fisik untuk keperluan hidup. Kehadiran, kelimpahan dan penyebaran suatu spesies dalam ekosistem ditentukan oleh tingkat ketersediaan sumber daya serta kondisi faktor kimiawi dan fisis yang harus berada dalam kisaran yang dapat ditoleransi oleh spesies tersebut, inilah yang disebut dengan hukum toleransi.Misalnya seperti panda memiliki toleransi yang luas terhadap suhu, namun memiliki toleransi yang sempit terhadap makanannya, yaitu bambu dengan demikian, panda dapat hidup di ekosistem dengan kondisi apapun asalkan dalam ekosistem tersebut terdapat bambu sebagai sumber makanannnya. Berbeda dengan makhluk hidup yang lain, manusia seperti kita dapat memperlebar kisaran toleransinya karena kemampuannya untuk berpikir, mengembangkan tekhnologi yang tidak dianugerahkan untuk ciptaan Tuhan lainnya.
Bicara ekosistem, maka kita tahu bahwa ekosistem terbagi menjadi dua yakni, ekosistem alami dan ekosistem buatan. Yang membedakan keduanya adalah dari proses pembentukannya. ekosistem alami dibagi lagi menjadi dua yaitu Abiotik dan Biotik. komponen tak hidup atau Abiotik adalah komponen fisik dan kimia tempat berlangsungnya kehidupan. Sebagian besar komponen abiotik bervariasi dalam ruang dan waktunya. Komponen abiotik dapat berupa bahan organik, senyawa anorganik, dan faktor yang memengaruhi distribusi organisme, yaitu:
  1. Suhu. Proses biologi dipengaruhi suhu seperti mamalia dan unggas yang membutuhkan suhu untuk meregulasi temperature dalam tubuhnya.
  2. Air. Ketersediaan air memengaruhi distribusi organisme. Organisme di gurun beradaptasi terhadap ketersediaan air di gurun.
  3. Garam. Konsentrasi garam memengaruhi kesetimbangan air dalam organisme. Beberapa organism harus beradaptasi dengan lingkungan yang berkadar garam tinggi.
  4. Cahaya matahari. Intensitas dan kualitas cahaya memengaruhi proses fotosintesis.
  5. Tanah dan batu. Beberapa karakteristik tanah yang meliputi struktur fisik, pH, dan komposisi mineral membatasi penyebaran organisme berdasarkan pada kandungan sumber makanannya di tanah.
  6. Iklim. Iklim adalah kondisi cuaca dalam jangka waktu lama dalam suatu area. Iklim dibagi lagi menjadi dua yakni Iklim makro meliputi iklim global, regional dan lokal. Iklim mikro meliputi iklim dalam suatu daerah yang dihuni komunitas tertentu.
Biotik adalah istilah yang digunakan untuk menyebut sesuatu yang hidup (organisme). Komponen biotik adalah komponen yang menyusun suatu ekosistem selain komponen abiotik (tidak bernyawa). Berdasarkan peran dan fungsinya, makhluk hidup dibedakan menjadi:
Komponen heterotrof terdiri dari organisme yang memanfaatkan bahan-bahan organik yang disediakan oleh organism lain sebagai makanannya. Disebut juga konsumen makro atau fatograf karena makanan yang dimakan berukuran lebih kecil. Yang tergolong heterotrof adalah manusia, hewan, jamur, dan mikroba. Pengurai atau dekomposer adalah organisme yang menguraikan bahan yang berasal dari organisme mati. Pengurai disebut juga konsumen makro (sapotrof) karena makanan yang dimakan berukuran lebih besar. Organisme pengurai menyerap sebagian hasil penguraian tersebut dan melepaskan bahan-bahan yang sederhana yang dapat digunakan kembali oleh produsen. Yang tergolong pengurai adalah bakteri dan jamur. Ada pula pengurai yang disebut detritivor, yaitu hewan pengurai yang memakan sisa-sisa bahan organik, contohnya adalah kutu kayu. Dari hubungan yang saling bergantungan dan timbale balik inilah terjadi ketergantungan yang membentuk suatu rantai makanan yaitu perpindahan materi dan energi melalui proses makan dan dimakan dengan urutan tertentu. Ketergantungan pada ekosistem dapat terjadi antar komponen biotik atau antara komponen biotik dan abiotik.
Ekosistem buatan adalah ekosistem yang diciptakan manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Ekosistem buatan mendapatkan subsidi energi dari luar, tanaman atau hewan peliharaan didominasi pengaruh manusia, dan memiliki keanekaragaman rendah.[1] Contoh ekosistem buatan adalah:
Ekosistem kota memiliki metabolisme tinggi sehingga butuh energi yang banyak. Kebutuhan materi juga tinggi dan tergantung dari luar, serta memiliki pengeluaran yang eksesif seperti polusi dan panas. Apa yang menyebabkan ini semua? Kita akan membahasnya dalam bab ekosistem pemukiman kota.
F. EKOSISTEM PEMUKIMAN KOTA
Ekosistem permukiman dalam hal ini adalah sebuah ekosistem kota. Ekosistem kota adalah  lingkungan buatan yang seutuhnya diciptakan oleh manusia termasuk hubungan sosial budayanya yang diciptakan untuk mereka sendiri. Ekosistem kota merepresentasikan ekpresi tertinggi dari perkembangan teknologi dan evolusi budaya manusia yang sudah lebih maju daripada sebelumnya. Komponen yang mudah dikenali sebagai ciri bagian dari ekosistem kota adalah bangunan gedung, komplek perumahan dan jaringan sarana transportasi. Juga termasuk di dalamnya sejumlah jenis tanaman dan binatang yang ditempatkan pada tempat hidup yang spesifik. Karakteristik dasar dari ekosistem kota secara umum tidak berbeda dengan ekosistem agrikutur. Di kedua ekosistem tersebut terjadi interaksi antara komponen hayati dan non hayati, kedua-duanya memang dipengaruhi oleh manusia itu sendiri. Namun dominansi peran manusia pada ekosistem kota jauh lebih tinggi, karena manusia mengendalikan komponen utama dalam lingkungan kota, yang terdiri dari manusia itu sendiri, komponen non-manusia, dan struktur fisiknya.
Manusia mengharapkan penyusun ekosistem kota bekerja bersama-sama untuk mendukung kehidupannya dan meningkatkan kualitas hidupannya. Namun demikian, komponen-komponen itu dan interaksi antar mereka seringkali menimbulkan masalah dalam pandangan manusia (antrophosentris). Kita tilik dari sejarah perkembangan kota sejak awal.
G. SEJARAH PERKEMBANGAN KOTA
Sejarah pekembangan kota menunjukkan bahwa pada awal tahun 1800 masyarakat yang hidup di ekosistem perkotaan diperkirakan hanya 1,7% dari seluruh populasi dunia. Pada saat itu masyarakat hidup di pedesaan dengan lingkungan hidup agraris. Hadirnya masyarakat industri yang ditandai dengan revolusi Industri di Inggris dengan ditemukannya mesin pemintal pada akhir tahun 1800-an yang mengubah kehidupan dari bertani menjadi industry dan memulai kecenderungan terjadinya urbanisasi secara global karena banyak alasan yang sangat mendukung ketika itu. Pada tahun 1950 populasi masyarakat kota meningkat menjadi 28%, pada tahun 1985 mencapai 42%, dan pada tahun 2000-an akibat pertumbuhan pesat dari penduduk kota menyebabkan setengah penduduk dunia akan tinggal pada kota-kota besar maka tidak heran  jika pada saat ini disebut sebagai urban millineum (dikutip dari www.google.com)
Seperti halnya perkembangan kota-kota lainnya di dunia, perkembangan kota-kota di Indonesia pun mengalami percepatan pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi. Sebagai contoh misalnya Kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara, diduga akan mengalami pertambahan ganda (doubling-time) dari apa yang terjadi pada saat ini. Jumlah penduduk kota ini akan meningkat dari 9.842.800 jiwa menjadi 19.773.875 jiwa sehingga kepadatan penduduk akan meningkat dari 14.851 jiwa/km2 menjadi 29.870 jiwa/km2. Di samping itu perkembangan megapolitan Jakarta dengan wilayah sekitarnya telah menyatu membentuk kawasan megapolitan Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi). Kawasan ini juga pada akhirnya mengalami pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat tinggi, dari 16 juta jiwa pada tahun 1990, meningkat menjadi 19 juta jiwa pada tahun 1996 dan diperkirakan pada tahun 2020-an akan mencapai 30,2 juta jiwa. Demikian halnya dengan apa yang terjadi pada perkembangan kota-kota lain di Jawa, Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan. Perkembangan metropolis Surabaya telah menyebabkan meningkatnya urbanisasi sehingga jumlah penduduk Kota Surabaya juga diduga akan mengalami peningkatan dari 2.599.796 jiwa pada tahun 2005 menjadi hampir 4 juta jiwa pada tahun 2010. Peningkatan laju pertumbuhan kota Surabaya diikuti oleh perkembangan kota-kota seperti Sidoarjo, Gresik, dan Pasuruan.
Peningkatan jumlah penduduk di ekosistem perkotaan dimbangi dengan pertumbuhan ekonomi kawasan dan aset pembangunan seperti infrastruktur kota, jaringan jalan, gedung-gedung perkantoran, apartemen, dan lain-lain. Namun demikian terjadi pula peningkatan perubahan bentang alam, konversi lahan, peningkatan ketidakteraturan, berkurangnya kebersihan dan meningkatnya volume sampah serta pencemaran udara serta air. Di samping itu, muncul permasalahan yang berkaitan dengan hadirnya organisme-organisme vektor penyakit (hama permukiman). Kehadiran organisme vektor penyakit ini merupakan bagian dari masalah yang muncul pada ekosistem kota .
Berbagai vektor penyakit yang sebagian besar dari kelompok serangga mampu beradaptasi pada lingkungan yang khas dan kondisi yang diciptakan oleh manusia dan menjadi toleran terhadap kondisi suhu serta kelembaban tertentu yang merupakan karakteristik lingkungan hidup manusia.
H. EKOSISTEM KOTA DAN BERBGAI PENYAKIT YANG BERKEMBANGBIAK
Bagian terbesar dari organisme yang berperan sebagai vektor penyakit adalah kelompok serangga (antropoda). Tidak mengherankan karena serangga dapat kita jumpai dimana saja dan merupakan kelompok terbesar dari kingdom animalia (dunia binatang). Keragamannya yang sangat besar menunjukkan kemampuan dari kelompok binatang ini untuk bertahan hidup termasuk pada lingkungan yang diciptakan oleh manusia. Terdapat beberapa alasan mengapa serangga mampu hidup sukses dalam ekosistem perkotaan. Seperti banyak serangga yang mudah dilihat karena ukuran yang besar namun sangat sukar mencari kutu busuk karena ukurannya yang kecil bahkan banyak pula serangga lain yang ukurannya jauh lebih kecil sehingga sangat sukar dilihat dengan mata telanjang. Sebagai contoh ratusan individu lalat dapat berkembang hanya pada kotoran kecil hewan berukuran besar. Ribuan kecoa dapat ditemukan pada retakan dan lubang-lubang kecil di dapur, sepanjang ada makanan dan air tersedia bagi populasinya. Nyamuk bahkan mampu bertelur, jentiknya hidup hanya pada tutup-tutup botol, kaleng bekas, atau pelepah daun palmae dimana terdapat genangan air yang sangat sedikit. Kemampuan mengekloitasi habitat inilah yang menyebabkan serangga dapat dijumpai dimana-mana di sekitar kita terutama di pemukiman perkotaan yang mendukung sekali berkembangbiaknya serangga-serangga itu. Selain itu serangga walaupun berukuran kecil tetapi kelimpahan atau jumlahnya banyak dalam sekali bereproduksi dan mampu mencapai usia dewasa dengan cepat untuk bereproduksi kembali contohnya Kecoa Amerika (Periplaneta americana) dan keturunannya mampu menghasilkan 800 ekor kecoa dalam setahun. Kedua faktor ini (jumlah dan reproduksi) mengantarkannya menuju kemampuan penyesuaian diri (adaptasi) dengan lingkungannya.
Kemampuan beradaptasi karena adanya variasi genetik dan siklus hidupnya yang pendek merupakan alasan kemampuan hidup serangga dalam lingkungan hidup perkotaan. Serangga yang berukuran kecil dan memiliki luas permukaan yang besar sangat rentan mengalami penguapan, namun karena berpenutup tubuh yang unik maka ia mampu mengatasi masalah dan bertahan hidup. Serangga merupakan hewan pertama yang mengembangkan kemampuan untuk terbang dan kemampuan ini sangatlah berperan penting dalam kesuksesannya berkompetisi dengan manusia. Kemampuan terbang ini menjadi modal perjuangan serangga untuk berkompetisi dengan manusia dan lingkungannya. Serangga yang lainnya selain kecoa adalah nyamuk, lalat dan semut.
Disamping kelompok serangga, vektor penyakit yang sukses hidup pada ekosistem kota adalah tikus. Tikus sebagai hewan rodentia sukses dalam beradaptasi di berbagai lingkungan, baik lingkungan yang nyaman maupun di lingkungan paling ekstrim sekalipun, seperti di daerah kering, kotor dan tandus. Di ekosistem kota, tikus hidup dan bersarang di saluran/sistem drainase, di rumah-rumah, di gudang-gudang tempat penyimpanan bahan pangan, di gedung-gedung perkantoran, di daerah perdagangan, atau di hotel-hotel dan bangunan gedung lainnya.
I. PERBEDAAN EKOSISTEM KEHIDUPAN KOTA DENGAN DESA DITILIK DARI KACAMATA SOSIOLOGI
Ada beberapa ciri yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk untuk membedakan antara desa dan kota. Ciri-ciri tersebut antara lain :
1) jumlah dan kepadatan penduduk
2) lingkungan hidup;
3) mata pencaharian;
4) corak kehidupan sosial;
5) stratifikasi sosial;
6) mobilitas .sosial;
7) pola interaksi sosial;
8) solidaritas sosial; dan
9) kedudukan dalam hierarki sistem administrasi nasional.
Meskipun tidak ada ukuran pasti, kota memiliki penduduk yanag jumlahnya lebih banyak dibandingkan desa. Hal ini mempunyai kaitan erat dengan kepadatan penduduk, yaitu jumlah penduduk yang tinggal pada suatu luas wilayah tertentu, misalnya saja jumlah per KM ” (kilometer persegi) atau jumlah per hektar. Kepadatan penduduk ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap pola pembangunan perumahan. Di desa jumlah penduduk sedikit, tanah untuk keperluan perumahan cenderung ke arah horisontal, jarang ada bangunan rumah bertingkat. Jadi karena pelebaran samping tidak memungkinkan maka untuk memenuhi bertambahnya kebutuhan perumahan, pengembangannya mengarah ke atas.
Lingkungan hidup di pedesaan sangat jauh berbeda dengan di perkotaan. Lingkungan pedesaan terasa lebih dekat dengan alam bebas. Udaranya bersih, sinar matahari cukup, tanahnya segar diselimuti berbagai jenis tumbuh¬tumbuhan dan berbagai satwa yang terdapat di sela-sela pepohonan, di permukaan tanah, di rongga-rongga bawah tanah ataupun berterbangan di udara bebas. Air yang menetes, merembes atau memancar dari sumber¬sumbernya dan kemudian mengalir melalui anak-anak sungai mengairi petak¬petak persawahan. Semua ini sangat berlainan dengan lingkungan perkotaan yang sebagian besar dilapisi beton dan aspal. Bangunan-bangunan menjulang tinggi saling berdesak-desakan dan kadang-kadang berdampingan dan berhimpitan dengan gubug-gubug liar dan pemukiman yang padat.
Udara yang seringkali terasa pengap, karena tercemar asap buangan cerobong pabrik dan kendaraan bermotor. Hiruk-pikuk, lalu lalang kendaraan ataupun manusia di sela-sela kebisingan yang berasal dariberbagai sumber bunyi yang seolah-olah saling berebut keras satu sama lain. Kota sudah terlalu banyak mengalami sentuhan teknologi, sehingga penduduk kota yang merindukan alam kadang-kadang memasukkan sebagian alam ke dalam rumahnya, baik yang berupa tumbuh-tumbuhan, bahkan mungkin hanya gambarnya saja.
Perbedaan paling menonjol adalah pada mata pencaharian. Kegiatan utama penduduk desa berada di sektor ekonomi primer yaitu bidang agraris. Kehidupan ekonomi terutama tergantung pada usaha pengelolaan tanah untuk keperluan pertanian, peternakan dan termasuk juga perikanan darat. Sedangkan kota merupakan pusat kegiatan sektor ekonomi sekunder yang meliputi bidang industri, di samping sektor ekonomi tertier yaitu bidang pelayanan jasa. Jadi kegiatan di desa adalah mengolahalam untuk memperoleh bahan-bahan mentah, baik bahan kebutuhan pangan, sandang maupun lain-lain bahan mentah untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia. Sedangkan kota mengolah bahan-bahan mentah yang berasal dari desa menjadi bahan-bahan asetengah jadi atau mengolahnya sehingga berwujud bahan jadi yang dapat segera dikonsumsikan. Dalam hal distribusi hasil produksi ini pun terdapat perbedaan antara desa dan kota. Di desa jumlah ataupun jenis barang yang tersedia di pasaran sangat terbatas. Di kota tersedia berbagai macam barang yang jumlahnya pun melimpah. Bahkan tempat penjualannya pun beraneka ragam. Ada barang-barang yang dijajakan di kaki-lima, dijual di pasar biasa di mana pembeli dapat tawar-menawar dengan penjual atau dijual di supermarket dalam suasana yang nyaman dan harga yang pasti. Bidang produksi dan jalur distribusi di perkotaan lebih kompleks bila dibandingkan dengan yang terdapat di pedesaan, hal ini memerlukan tingkat teknologi yang lebih canggih. Dengan demikian memerlukan tenaga-tenaga yang memilki keahlian khusus untuk melayani kegiatana produksi ataupun memperlancar arus distribusinya.
Corak kehidupan sosial di desa dapat dikatakan masih homogen. Sebaliknya di kota sangat heterogen, karena di sana saling bertemu berbagai suku bangsa, agama, kelompok dan masing-masing memiliki kepentingan yang berlainan.
Beranekaragamnya corak kegiatan di bidang ekonomi berakibat bahwa sistem pelapisan sosial (stratifikasi sosial) kota jauh lebih kompleks daripada di desa. Misalnya saja mereka yang memiliki keahlian khusus dan bidang kerjanya lebih banyak memerlukan pemikiran memiliki kedudukan lebih tinggi dan upah lebih besar daripada mereka yang dalam sistem kerja hanya mampu menggunakan tenaga kasarnya saja. Hal ini akan membawa akibat bahwa perbedaan antara pihak kaya dan miskin semakin menyolok.
Mobilitas sosial di kota jauh lebih besar daripada di desa. Di kota, seseorang memiliki kesempatan lebih besar untuk mengalami mobilitas sosial, baik vertikal yaitu perpindahan kedudukan yang lebih tinggi atau lebih rendah, maupun horisontal yaitu perpindahan ke pekerjaan lain yang setingkat.
Pola-pola interaksi sosial pada suatu masyarakat ditentukan oleh struktur sosial masyarakat yang bersangkutan. Sedangkan struktur sosial sangat dipengaruhi oleh lembaga-lembaga sosial (social institutions) yang ada pada masyarakat tersebut. Karena struktur sosial dan lembaga-lembaga sosial yang ada di pedesaan sangat berbeda dengan di perkotaan, maka pola interaksi sosial pada kedua masyarakat tersebut juga tidak sama. Pada masyarakat pedesaan, yang sangat berperan dalam interaksi dan hubungan sosial adalah motif-motif sosial.
Dalam interaksi sosial selalu diusahakan agar supaya kesatuan sosial (social unity) tidak terganggu, konflik atau pertentangan sosial sedapat mungkin dihindarkan jangan sampai terjadi. Bahkan kalau terjadi konflik, diusahakan supaya konflik tersebut tidak terbuka di hadapan umum. Bila terjadi pertentangan, diusahakan untuk dirukunkan, karena memang prinsip kerukunan inilah yang menjiwai hubungan sosial pada masyarakat pedesaan, karena masyarakat ini sangat mendambakan tercapainya keserasian (harmoni) dalam kehidupan berinteraksi lebih dipengaruhi oleh motif ekonomi daripada motif-motif sosial. Di samping motif ekonomi, maka motif-motif nasional lainnya misalnya saja politik, pendidikan, kadang-kadang juga dalam hierarki sistem administrasi nasional, maka kota memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada desa. Di negara kita misalnya, urut-urutan kedudukan tersebut adalah : ibukota negara, kota propinsi, kota kabupaten, kota kecamatan, dan seterusnya. Semakin tinggi kedudukan suatu kota dalam hierarki tersebut, kompleksitasnya semakin meningkat, dalam arti semakin banyak kegiatan yang berpusat di sana. Kompleksitas di bidang administrasi nasional atau kenegaraan ini biasanya sejajar dengan kompleksitas di bidang kemasyarakatan lainnya, misalnya saja bidang ekonomi atau politik. Jadi ibukota Negara di samping menjadi pusat kegatan pemerintahan, biasanya sekaligus menjadi pusat kegiatan ekonomi, politik dan bidang-bidang kemasyarakatan lainnya. Belum ada angka yang pasti mengenai jumlah pengangguran penuh di Indonesia, tetapi jumlah setengah pengangguran semakin tahun semakin merisaukan.Untuk mengatasi ketimpangan masalah ini ada beberapa cara yang dapat dilakukan seperti:
1.      membendung arus urbanisasi.
2.      mengalihkan pusat pembangunan pabrik (industri) ke pinggiran kota.
3.      memaksimalkan potensi baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia untuk kemajuan desa.
4.      Transmigrasi untuk pemerataan penduduk dan mengurangi warga miskin yang hidup menganggur tidak memiliki pekerjaan.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari kajian yang telah ditulis dengan uraian yang panjang dan padat, dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya perbedaan antara masyarakat desa dan kota yang mendasar ialah:
Masyarakat desa:
~ Hubungan kekerabatan-nya masih erat
~ Orang akan percaya pada hal-hal gaib apabila sudah kehabisan akal
~ Bersifat agraris
Masyarakat kota:
~ Masyarakatnya individualistis
~ Kepercayaan tradisional sudah hilang
~ Bersifat industri
Dari perbedaan-perbedaan ini di tambah dengan perbedaan lainnya yang telah kami uraikan sebelumnya seperti pola pemukiman, pola interaksi social antar masyarakat, dan sebagainya menyebabkan ekosistem pemukiman yang berbeda pula tentunya dengan segala kekurangan dan kelebihan yang membawa dampak baik dan dampak buruk untuk ekosistem pemukiman disekitarnya yang harus menjadikan kita belajar lebih bijak dari alam sekitar, jika tidak maka sesuai dengan hukum ekosistem yaitu intinya hubungan timbal balik maka akan berdampak yang sama seperti apa yang telah kita perbuat yang berakibat berkembangbiaknya penyakit, rusaknya ekosistem disekitar kita dan kerugian untuk diri kita sendiri tentunya. Jika kita bekerjasama membangun ekosistem pemukiman desa dan menjaga ekosistem ekosistem pemukiman kota, maka terciptalah Indonesia yang bersih, nyaman dan produktif.
DAFTAR PUSTAKA
www.google.com
www.wikipedia.com
www.google.com (dalam buku Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar